Sudah kita ketahui Polio merupakan penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Penyakit ini cenderung menyerang anak anak usia di bawah 5 tahun. Tidak hanya menyebabkan kelumpuhan yang permanen, Virus polio ini dapat menyerang syaraf otak yang akan mengakibatkan seseorang menjadi lemas. Menurut kompas, dari semua penderita yang mengalami kelumpuhan, sekitar 2-5 persen kasus bisa mematikan dan setengahnya mengalami kelumpuhan permanen.
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya polio yaitu dengan cara imunisasi. Imunisasi merupakan cara untuk mengenalkan tubuh dengan virus tertentu tanpa membuat tubuh menjadi sakit. Imunisasi ini sudah di gencarkan terus menerus di seluruh wilayah Indonesia, dengan tujuan untuk menekan angka penularan dan kesakitan pada balita. Cara ini cukup efektif, terbukti di tahun 2014, Indonesia berhasil mendapatkan sertifikat bebas polio dari World Health Organization.
Namun sayangnya, belum lama ini Indonesia dikejutkan oleh temuan kasus Polio di daerah Pidie Aceh. Sebanyak 3 orang anak di laporkan positif virus polio. Kemenkes menyatakan 3 anak yang ditemukan belum dikategorikan sebagai kasus Polio, dikarenakan 3 orang anak ini tidak memenuhi kriteria lumpuh layu akut. Mereka hanya positif virus polio dalam pemeriksaan mendalam pada tubuhnya (ditemukan pada feses mereka). Setelah di lakukan pemeriksaan menyeluruh, dugaan terkuat penyebab 3 orang anak ini tertular virus polio adalah sanitasi yang buruk.
Sanitasi yang buruk dapat mempermudah penyebaran virus polio. Virus polio ini menular melalui tinja, yang kemudian berkembang pada saluran pencernaan. Lingkungan yang kurang bersih membuat virus ini cepat menyebar. Dari kasus yang ada, setelah dilakukan penyelidikan lebih jauh, 3 orang anak ini ternyata bertempat tinggal di lingkungan yang kurang memperhatikan kebersihan sekitar. Menurut Kemenkes, masyarakat di daerah tersebut masih memiliki kebiasaan buang air besar (BAB) di sungai. Sehingga, ini yang menjadi faktor utama penularan virus polio, disamping faktor belum lengkapnya imunisasi satu dari tiga anak yang positif virus polio.
Ketidaklengkapan cakupan imunisasi ini disebabkan oleh banyak faktor. Dikutip dari laman BCC Indonesia, penemuan kasus ini sejalan dengan penurunan cakupan imunisasi di Aceh dan pulau jawa dalam 10 terakhir ini. Data cakupan imunisasi OPV selama empat tahun terakhir menunjukkan jumlah kabupaten/kota di Aceh yang diberi status merah, hal ini berarti cakupan imunisasi di bawah 50%, terus bertambah. Adapun IPV lebih parah lagi pada 2022, seluruh kabupaten/kota di Aceh mendapat status merah. Kemenkes bersama WHO melakukan survei cepat menyusul penemuan kasus polio di Aceh. Mereka menemukan bahwa dari 30 anak di 25 rumah tangga, baru sejumlah kecil yang sudah mendapat vaksinasi OPV dan tidak ada satu pun yang sudah mendapat IPV.
Namun, situasi daerah-daerah lain juga tidak jauh lebih baik. Cakupan imunisasi OPV4 di seluruh Indonesia pada 2021 mencapai 80,2%, turun dari tahun sebelumnya sebanyak 86,8%. Sementara cakupan IPV sudah meningkat dari 37,7% pada tahun 2020 menjadi 66,2% pada 2021 namun masih di bawah target. Menurut analisis terbaru per November 2022 dengan menggunakan perangkat WHO, sebanyak 30 provinsi dan 415 Kabupaten/Kota di Indonesia termasuk risiko tinggi.
Pandemi COVID-19 menjadi salah satu penyebab turunnya cakupan imunisasi, terutama di wilayah-wilayah yang masih terdapat kendala akomodasi dan transportasi. Disamping banyak ibu-ibu yang memiliki anak menjadi khawatir untuk datang ke pelayanan kesehatan karena takut tertular COVID-19, banyak juga tenaga kesehatan yang gugur dalam penanganan wabah ini. Sehingga, banyak tenaga kesehatan yang akhirnya di fokuskan ke penanganan COVID-19.
Permasalahan ini menjadi beban tambahan bagi pemerintah. Namun tak hanya pemerintah, semua lini harus ikut aktif dalam penanggulangannya. Lingkungan yang bersih perlu diusahakan oleh setiap masyarakat. Buang air besar (BAB) di jamban dan menampungnya di septic tank, serta memasak air dengan matang sempurna karena virus polio tidak tahan pada suhu yang tingi. Disamping itu, Pemangku kebijakan juga harus mencanangkan program-program dan kebijakan-kebijakan yang juga mendukung terciptanya lingkungan yang bersih ini. Dengan kolaborasi antar stakeholder yang ada, permasalahan-permasalahan yang ada dapat segera terselesaikan.
Redaksi: Fakhrunnisa
Referensi: