Ketika kita mendekati akhir tahun mendatang, ada perkiraan bahwa ekonomi global akan mengalami serangan siber yang diperkirakan akan merugikan lebih dari $10,5 triliun. Angka ini sangat besar dan menunjukkan betapa pentingnya memprioritaskan keamanan siber di tingkat individu, organisasi, dan pemerintah.
Mirip dengan berbagai sektor lain dalam dunia bisnis dan teknologi, kecerdasan buatan (AI) dipandang sebagai teknologi yang akan mengubah cara kita berperang melawan ancaman siber dan melindungi diri dari serangan tersebut. Pengaruh AI diharapkan akan mencakup berbagai tren yang akan kita bahas di sini.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan perkembangan teknologi yang sangat cepat di berbagai bidang, tidak terkecuali pada bidang keamanan siber. Seperti yang sering diungkapkan, pengetahuan adalah pertahanan pertama kita. Oleh karena itu, mari lanjutkan untuk mengeksplorasi prediksi mengenai tren keamanan siber yang memerlukan peningkatan kewaspadaan saat kita memasuki tahun 2024.
Tantangan Kekurangan Tenaga Ahli Keamanan Siber yang Terus Berlanjut
Melihat situasi sekarang ini, pada tahun yang akan mendatang kekurangan profesional berpengetahuan dalam melindungi organisasi dari ancaman siber tetap menjadi perhatian utama. Sayangnya, situasinya tampak semakin parah. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (54 persen) ahli keamanan siber meyakini bahwa dampak kekurangan keterampilan tersebut terhadap organisasi mereka telah memburuk dalam dua tahun terakhir. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita dapat mengharapkan upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan kompensasi bagi individu yang memiliki keahlian yang diperlukan, serta investasi yang lebih besar dalam program pelatihan, pengembangan, dan peningkatan keterampilan dalam dunia keamanan siber.
Penggunaan yang Berkembang Pesat dari Kecerdasan Buatan Generatif dalam Serangan dan Perlindungan
Dengan perkembangan yang pesat dalam kecerdasan buatan (AI), kita dapat mengharapkan peningkatan serangan siber yang didukung oleh AI yang semakin canggih dan pintar. Ini mencakup berbagai aktivitas, mulai dari upaya rekayasa sosial deepfake yang membingungkan hingga malware yang cerdas dalam menghindari deteksi. Pada saat yang bersamaan, AI akan membantu dalam mendeteksi, menghindari, atau mengurangi ancaman melalui pengenalan anomali secara real-time, otentikasi cerdas, dan respons insiden otomatis. Dalam konteks perang siber tahun 2024, AI menjadi seperti pemain catur yang kuat, memberikan keunggulan strategis yang signifikan bagi mereka yang menggunakannya dengan bijak.
Taktik Phishing yang Semakin Canggih di Masa Depan
Serangan sosial yang berusaha memperdaya pengguna agar memberikan akses ke sistem tanpa izin akan menjadi lebih canggih. Alat kecerdasan buatan yang terus berkembang, seperti ChatGPT, akan memberikan kekuatan lebih kepada penyerang untuk menggunakan trik yang lebih cerdik dan personal. Serangan deepfake, yang menciptakan video palsu yang sulit dibedakan dari yang asli, diperkirakan akan semakin sering terjadi. Oleh sebab itu, untuk menghadapi tren ini sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan pendidikan di seluruh organisasi manapun, entah organisasi pendidikan, kepemerintahan, sektor perkantoran atau organisasi apapun yang melibatkan penggunaan internet. Selain itu, peran kecerdasan buatan dan konsep zero trust akan semakin penting dalam upaya perlindungan siber.
Pentingnya Keamanan Siber yang Meningkat di Ruang Rapat Dewan Direksi
Pada tahun yang akan datang, keamanan siber akan menjadi sebuah kebutuhan strategis yang tidak hanya terbatas pada departemen TI. Proyeksi Gartner menunjukkan bahwa pada tahun 2026, sekitar 70 persen dewan direksi perusahaan akan memiliki setidaknya satu anggota yang memiliki keahlian di bidang ini. Perubahan ini akan memungkinkan organisasi untuk beralih dari pendekatan reaktif ke persiapan proaktif, membuka peluang untuk mengejar peluang bisnis baru.
Kerentanan IoT dalam Keamanan Siber
Dengan semakin banyaknya perangkat yang terhubung ke internet, potensi titik masuk bagi penyerangan siber juga semakin bertambah. Dalam situasi kerja jarak jauh yang terus berlanjut, risiko tetap ada ketika karyawan menghubungkan atau berbagi data melalui perangkat yang tidak cukup aman. Seringkali, perangkat ini lebih memprioritaskan kenyamanan penggunaan daripada keamanan, sementara perangkat IoT konsumen di rumah dapat rentan karena langkah-langkah keamanan dan kata sandi yang lemah. Walaupun industri telah lama menyadari kerentanannya, keterlambatan dalam menerapkan standar keamanan IoT membuatnya tetap menjadi titik lemah dalam keamanan siber, meskipun upaya untuk mengatasi masalah ini sudah berlangsung.
Transisi Menuju Ketahanan Siber dari Keamanan Siber
Dua istilah yang sering digunakan secara bergantian, keamanan siber dan ketahanan siber, akan semakin penting pembedaannya pada tahun 2024 dan seterusnya. Meskipun keamanan siber terutama berfokus pada pencegahan serangan, semakin meningkatnya penekanan pada ketahanan dalam organisasi mengakui kenyataan bahwa langkah-langkah keamanan yang paling kuat sekalipun tidak dapat menjamin perlindungan 100 persen. Strategi ketahanan bertujuan untuk memastikan kelangsungan bisnis jika terjadi pelanggaran yang berhasil. Mengembangkan kemampuan untuk memulihkan dengan cepat, meminimalkan kehilangan data, dan mengurangi waktu henti akan menjadi prioritas strategis pada tahun 2024.
Reduksi Implementasi Prinsip Zero Trust
Prinsip inti dari zero trust, yaitu perlunya verifikasi yang terus-menerus, mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya kompleksitas sistem dan integrasi keamanan yang semakin penting dalam strategi bisnis. Zero Trust menegaskan bahwa tidak ada batasan bawaan di mana aktivitas jaringan dapat dianggap aman secara otomatis. Dengan berkembangnya ancaman yang semakin kompleks, prinsip ini meluas melampaui batasan-batasan jaringan perusahaan dan mencakup pekerja jarak jauh, organisasi mitra, dan perangkat IoT. Di tahun 2024, pendekatan zero trust akan menjadi lebih dari sekadar kerangka keamanan teknis jaringan, melainkan sebuah pendekatan yang dinamis yang mencakup berbagai aspek, yang didukung oleh otentikasi real-time yang didukung oleh kecerdasan buatan dan pemantauan aktivitas yang berkelanjutan.
Perang Siber yang Didukung oleh Negara dan Serangan Siber
Konflik yang sedang berlangsung di Ukraina, yang kini memasuki tahun ketiga, telah menunjukkan sejauh mana negara-negara siap dan mampu melakukan serangan siber terhadap infrastruktur militer dan sipil pada tahun 2024. Ada asumsi yang masuk akal bahwa operasi militer di masa depan di seluruh dunia akan disertai dengan serangan siber. Taktik yang umum melibatkan serangan phishing yang ditujukan untuk menyusup ke sistem untuk tujuan gangguan dan spionase, serta serangan penolakan layanan terdistribusi untuk melumpuhkan jaringan komunikasi, layanan publik, transportasi, dan infrastruktur keamanan.
Pentingnya Soft Skill Profesional Keamanan Siber
Di tahun 2024, para ahli keamanan siber akan dihadapkan pada tanggung jawab yang semakin rumit seiring dengan meningkatnya kompleksitas lanskap ancaman siber. Peningkatan ini tidak hanya terbatas pada aspek teknis; orang-orang yang bertanggung jawab dalam melawan ancaman siber juga harus mengatasi aspek sosial dan budaya yang rumit dalam upaya mitigasi. Hal ini akan mengakibatkan ketergantungan yang lebih besar pada soft skill, seperti kemampuan berkomunikasi yang efektif, membangun hubungan yang baik, dan kemampuan untuk memecahkan masalah.